Minggu, 22 September 2013

Si Noni Jembatan Musi II



Sudah puluhan tahun terdengar kisah keangkeran Jembatan Musi II Palembang. Berdasarkan cerita dari mulut ke mulut disebutkan bahwa di jembatan yang membelah Sungai Musi daerah Tanggo buntung itu ada hantu wanita berrambut pirang yang cantik jelita. Hantu yang dipanggil Noni itu, kata mereka yang percaya, konon menghuni Jembatan Musi II sejak jembatan itu dibangun tahun 80-an silam. Kabarnya, orang yang pertama kali bertemu hantu itu adalah Kasim bin Hairul, kuli bangunan yang kala itu sedang buang hajat di lokasi bangunan. Berita ini menyebar pada tahun l987, saat pondasi jembatan sedang dikerjakan. Habis buang hajat, Kasim bertemu wanita cantik yang mengaku bernama Noni. Setelah Kasim mencumbui Noni, Kasim lalu di dorong Noni ke Sungai Musi dan mati tenggelam. Sedangkan temannya, Rosihan, saksi mata peristiwa itu, kini setengah gila dan tinggal di Tebing gerinting, 40 kilometer sebelah tenggara kota Pelembang.
Selanjutnya, peristiwa mengerikan terus menerus terjadi di jembatan itu. Empat pria pemabukan yang baru saja pulang dari Bar Talang semut Music Longue melihat Noni di pagar jembatan sambil merokok. Melihat ada perumpuan cantik sendirian tengah malam di jembatan yang jauh dari perumahan penduduk, Hardi yang sedang menyetir, spontan memberhentikan kendaraan. Peristiwa itu berlangsung pada malam Selasan Pon Desember 2000. Karena tidak tahu adanya cerita hantu jelita di jembatan itu, maka di malam yang na’as tersebut keempat lajang pemabukan itu memberhentikan mobilnya dan mendekati Noni. Kecantikan Noni sungguh menyilaukan mereka. Maka itu, dua dari empat pemuda itu nekat memeluk dan mencumbui Noni di dalam Toyota Kijang mereka. Sedangkan yang dua lagi, menunggu sambil merokok di bibir jembatan. Habis bercumbu, dengan tenaga yang superkuat Noni menyeret kaki kedua lajang itu dan menceburkannya ke dasar sungai. Tiga hari kemudian mayat dua laki-laki itu ditemukan 900 meter dari lokasi kejadian.
Suasana berubah mencekik kesunyian malam, semua terdiam membisu selesai mendengar cerita Wak Biyah. Wanita paruh bayah ini mengulas kembali peristiwa angker Jembatan Musi II yang terletak 2 Kilometer dari Rumahnya. Kami mulanya hanya ingin bertamu kerumah Wak Biyah karena harus menyampaikan amanat dari Abah (Ayah), kini sepertinya harus berfikir satu juta kali untuk pulang kerumah malam ini. Mengingat hari makin larut malam dan jalan arah pulang harus melewati Jembatan Musi II. Kak Dika, Mulim dan Aku terpaksa mengurungkan niat kami untuk pulang. Apalagi ini malam jum'at kliwon membuat parno keadaan. "Kak, aku nak pipis," ucapku memelas. "Yo sudah sano kebelakang," perintah kak Dika. Aku mengembungkan pipiku lalu pergi kebelakang, tentu saja aku melapor padanya karena takut untuk pergi sendiri, hingga aku terpaksa memberanikan diri. Toilet Wak Biyah masih terbilang tradisional, dindingnya terbuat dari potongan bambu yang kerap disebut jamban karena letaknya yang lumayan jauh tepat dibibir sungai, aku harus melewati jembatan kecil terbuat dari kepingan papan agar bisa sampai ke jamban itu. Jamban yang tidak tertutup atap itu membuat pemandangan Jembatan Musi II terlihat jelas dari sini, sebenarnya aku ketakutan melirik Jembatan Musi II setelah menyimak kisah Wak Biyah beberapa menit yang lalu, namun kusingkirkan rasa itu sejauh mungkin. Selesai aku buang air kecil, aku segera bergegas kembali masuk Rumah Wak Biyah. Ketika baru setengah perjalanan ada seseorang berseru memanggil namaku dengan nada lirih "Lea..." spontan aku menyauti panggilan itu "Iya..." ucapku sembari menoleh kebelakang dan tidak ada siapapun hanya ada hamparan sungai musi yang terombang-ambing oleh arus. "Wak,,,!!" teriakku saat tiba di Rumah Wak Biyah. "Ngapo, Le?" tanya wak Biyah. "Tadi, uwak manggil aku dak?" tanyaku kembali. "Idak..." tegas Wak Biyah. "Nah, kau Le... Antu banyu kalu yang manggil kau," sahut Mulim. “Huss, jangan galak baseng ngomong!!” ucap Wak Biyah. “Iyo, kau itu nah antu banyunyo Lim,” ledekku kesal pada Mulim. “Makonyo kalo ado wong manggil tu, jangan langsong disauti. Tungguke tigo kali baru nyaut,” Kak Dika ikut berkomentar.
Pada saat yang lain terlelap tidur, mataku masih saja terbuka sempurna. Biasanya aku sudah bermimpi jam segini, tapi tidak untuk malam ini. Kenapa aku sangat penasaran dengan suara lirih yang memanggilku tadi, apa hantu Noni itu benar nyata atau hanya fiktif belaka. Tetapi keadaan Jembatan Musi II memang sunyi tanpa seorangpun yang lewat, semua terlihat jelas dari jendela Rumah Wak Biyah. Aku masih saja menatap Jembatan Musi II yang penuh dengan kemistisan itu, dari balik jendela aku melihat seseorang pejalan kaki berjalan menuju Jembatan Musi II dan sepertinya aku mengenali baju yang dikenakan oleh orang itu. “Oh, tidak…” aku memang kenal, itu Mulim. Aku berlari keluar dan mengejar Mulim yang terus berjalan menuju Jembatan Musi II, entah apa yang ingin Mulim lakukan. “Mulim…” aku berteriak sekuat mungkin namun tak juga Mulim berhenti atupun menoleh. Aku masih berlari mengejar Mulim, tiba-tiba langkahku terhenti dikejutkan oleh sosok perempuan berrambut pirang, berbaju merah sedang berdiri dibibir Jembatan Musi II “Oh Tuhan, perempuan itu pastilah hantu Noni yang diceritakan Wak Biyah,” gumamku dengan nyali menciut. Kaki dan tanganku tak lagi bisa bergerak, rasa takut akan sosok itu telah melumpuhkan sendi-sendiku. Sedangkan Mulim masih saja berjalan lurus seperti orang terhipnotis bahkan Mulim mengabaikan teriakkanku yang memanggil namamya, mungkin akibat pengaruh hantu Noni. Dan sosok mahluk gaib itu masih saja tetap berdiri dipagar Jembatan dan mentapa kedepan, dengan begitu artinya mata hantu itu tidak mengarahku yang sedang ketakutan. Sementara itu, tidak ada satupun kendaraan yang lewat malam ini, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Jembatan ini memang ditakuti dan jarang sekali orang memilih melewati jalur Musi II ketika ditengah malam.
Sekitar pukul 00.45 dinihari, tiba-tiba sosok hantu Noni menghilang dan aku mulai mampu menggerakkan tangan lalu mengucek-ngucek mataku meyakinkan bahwa mahluk itu sudah pergi dan tak lagi di Jembatan itu. Aku kembali mengejar Mulim, ternyata Mulim sedang mengigau tidur sambil berjalan. Aku menampar-nampar muka Mulim bertujuan agar ia terbangun . “Lim, bangun Lim… Lim, bangun…!!” dan itu berhasil membuat Mulim terbangun. “Le, ngapoi aku disini?” tanya Mulim heran. “Kau tu tedok bejalan tau dak,” ucapku kesal. “Aiih, dak kado Le, sejauh ini?” tambahnya. “Kendak kau Lim, aku nak balek ngantok. Kalo kau nak tedok sini lajulah, itu nah minta rewangi Noni!!” aku menunjuk kearah dimana hantu Noni berdiri beberapa menit yang lalu. Aku dan Mulim menoleh bersamaan melihat sosok perempuan berambut pirang dan berbaju merah itu sambil tersenyum kemudian melambaikan tangannya. “Aaaaaagggrrrrrttttttt……!!!!!!!!!!” aku dan Mulim berteriak lalu berlari terbirit-birit.
Hantu Noni yang merupakan keturunan Belanda ini konon bernama asli Elisse Edwind Rikkar Van Eindhven itu tewas pada tahun 1930-an akibat perkosaan dan pembunuhan misterius saat Ayahnya bertugas sebagai kepala perkebunan di Gwauran, bagian timur Palembang. Hingga sekarang Elisse yang disebut warga setempat bernama Noni, selalu muncul dimalam jum’at kliwon dan malam selasa pon. Noni akan muncul dengan rambut panjang berwarna pirang dan baju merah.

Kolong Wewe



Tong... Tong... Tong... "Lek,,, balek lek,,,!!". Tong... Tong... Tong... "Lek,,, balek lek,,,!!", suara berisik yang menggangu tidur malamku hingga aku terbangun. Entah apa yang sedang terjadi diluar sana, kejadiannya berlangsung sekitar pukul 11 malam. Semua warga kampung berteriak memangil seseorang yang tak kunjung pulang sejak sore tadi. Dari mulut kemulut ternyata memang benar, salah satu warga mendadak hilang dan katanya digondol (diculik) kolong wewe / wewe gombel begitu cerita yang kudengar dari seorang warga disekitar. Menurut cerita-cerita orang tua zaman dahulu kolong wewe dipercayai merupakan salah satu golongan dari bangsa jin. Biasanya kolong wewe sangatlah menyukai anak kecil dan sering bersembunyi dibalik pohon kawung (aren) yang tinggi, jadi jika ada anak kecil hilang sering-seringlah melihat keatas pohon itu. Lek Juminten merupakan korban kolong wewe, awalnya belum ada kecurigaan apapun dari keluarga lek Juminten hingga pukul 10 malam. Berdasarkan cerita warga yang hendak ke Musholah melihat lek Juminten berjalan sendiri kearah rimbah tepat diujung kampung. Anak dari lek Juminten yang saat itu juga heran kenapa orang tuanya tak kunjung tiba dirumah begitu panik, ada warga yang bilang "Mungkin digondol wewe", dan keluarga lek Juminten disarankan untuk berkeliling kampung mencari lek Juminten dengan mengenakan sebuah karung layaknya acara lomba karnaval agustus sambil memukul peralatan dapur seperti panci dan kuali (penggorengan) sebagai atribut. Konon katanya kolong wewe sangat tidak suka mendengar bunyi-bunyian dari peralatan dapur atau bisa juga menggunakan kentongan. Semua warga terus berkeliling dan tanpa henti memukul panci dan kuali sembari berteriak "Lek,,, balek lek,,,!!", secara berulang-ulang. Selain itu diundang pula orang pintar (dukun) untuk melacak keberadaan lek Juminten dan membantu lek Juminten masuk kedimensi nyata lagi.
Mitos kolong wewe yang kudengar hanya untuk menakut-nakuti anak kecil dengan tujuan agar jangan keluar dimalam hari, ternyata benar adanya. Namun ini versi yang berbeda bukan anak kecil yang menjadi korban melaian seorang ibu-ibu. Beberapa orang lainnya mengatakan bahwa sosok tersebut hanya fiktif belaka namun banyak juga yang mengatakan pernah melihat kolong wewe tersebut dalam wujud wanita cantik untuk mengelabui para korban khususnya agar anak kecil tidak merasa takut saat dibujuk dan dengan mudahnya ikut bersama kolong wewe. Kolong wewe itu sendiri digambarkan dengan sosok perempuan tua yang wajahnya penuh kerutan keriput, rambutnya putih, dan payudara yang panjang terlihat sangat menjijikkan. Jangan heran bila setelah ditemukan, korban akan menjadi orang yang hilang ingatan alias linglung karena itu adalah ulah dari kolong wewe.
Pencarian masih terus berlangsung hingga pukul 12 malam, aku masih saja duduk didepan rumah bersama warga lainnya. Kemudian terdengar teriakan seseorang dari kejauhan "Kuntilanak... Kuntilanak...", mereka berlarian kalang kabut. Para rombongan remaja kampung yang ikut berpartisipasi mencari lek Juminten, mengaku melihat sosok wanita berambut panjang dengan gaun berwarna putih yang sedang duduk manis diatas pohon besar. Tentu saja mereka berlari ketakutan dan menduga sosok itu adalah makhluk gaib sebangsa kuntilanak. Memang kuntilanak sangat senang menampakkan wujudnya untuk menakuti manusia. Apalagi jika ada ibu hamil atau bayi karena kuntilanak sangat senang menggangunya.
Beberapa jam kemudian, warga mengatakan bahwa lek Juminten telah pulang kerumah sekitar pukul 1 malam. Usut diusut saat lek Juminten diintrogasi atau ditanya-tanya, lek Juminten mengaku telah diajak oleh 2 sosok yang mengenakan pakaian serba hitam. Lek Juminten tidak begitu tahu bahkan tidak mengenali sosok itu, lek Juminten hanya fokus berjalan lurus mengikuti sebuah cahaya yang dikeluarkan oleh sosok itu dan tiba-tiba lek Juminten mulai tersadar saat sedang duduk dibawah pohon jati besar. Saat itu lek Juminten kebingungan, kenapa tiba-tiba lek Juminten berada disini sendirian. Lalu akhirnya lek Juminten meninggalkan pohon jati dan segera pulang kerumah. Syukurlah lek Juminten bisa kembali tanpa kurang apapun.
Jika dilihat dari mitos yang ada, saat seseorang telah digondol kolong wewe dan sempat memakan cacing atau belatung yang diberikan oleh kolong wewe maka orang itu tidak akan bisa kembali lagi, karena harus tinggal bersama kolong wewe untuk dijadikan sebagai pengikut.
Keesokan harinya kampung menjadi sunyi, tidak ada seorangpun yang keluar rumah pada malam hari setelah peristiwa lek Juminten digondol kolong wewe. Apalagi ibu-ibu yang mempunyai anak kecil, melarang anaknya untuk pergi bermain sendirian. Meskipun mitos kolong wewe ini masih samar kebenarannya tetapi tetap saja dipercayai oleh sebagian masyarakat memang ada. Maka dari itulah kita perlu waspada, mungkin suata saat sosok kolong wewe muncul disekitar kita. Hiii....

Lanjut kecerita berikutnya   Si Noni Jembatan Musi II

Minggu, 08 September 2013

Just Dream


"Senyap...!!", monologku sambil melangkah menuju kelas. Hari apa ini? Kenapa sepi sekali sekolahku. Sampai didepan pintu aku mulai masuk, terlihat blackboard yang bertuliskan "Happy Brithday Aryna".
Upsss... Aku terkejut! Hari lahir, aku menepuk jidat yang tidak ada nyamuknya "Astaga", gumamku. Ternyata aku lupa lagi dan aku juga lupa harus kesana, pergi kepusaran Ayah.
Dengan serentak, semuanya menghampiriku membawa setangkai lilin putih yang bersinar dan balon beraneka warna. Mereka bernyanyi untukku, mataku berbinar saat melihat cahaya lilin cantik didalam kegelapan kelas. Aku memejamkan mata sejenak untuk berdo’a, “Ayah, selamat ulang tahun. Jangan sedih disana… tersenyumlah” kubuka mataku lalu tersenyum kecil, semua bersorak “Tiup lilinnya,,, tiup lilinnya,,, tiup lilinnya,,,! Sekarang juga,,, sekarang juga,,, sekarang juga,,,!”
Belum sempat kutiup lilin itu “Braaaaakk”, “Aduuuuhhh…!” tiba-tiba aku terbangun dari mimpi malamku dan aku telah tergeletak dilantai karena jatuh dari tempat tidurku. Aku kesakitan lalu mengelus bokongku, kemudian melirik kalender yang menempel didinding kamarku, ada lingkar merah besar tepat diangka 15 dibulan September, ternyata 7 hari lagi aku dan Ayah berulang tahun.

Sabtu, 07 September 2013

*_ Dialog tentang hidupku si anak tengah_*





Assalamualaikum w, w

            Aku… iya ini aku, bener kok !! anak ke-4 dari 7 bersaudara lebih tepatnya lagi anak tengah, kata orang jawa (Primbon) anak tengah itu banyak rintangan hidupnya, okey… mungkin ada benarnya juga karena hidup ini tidak lepas dari sebuah masalah. Katanya anak tengaah adalah tipe yang senang mencoba membuat orang lain bahagia (isitilahnya, People Pleaser) dan secara al;ami anak tengah adalah tipe yang pandai berdiplomasi. Aku anak tengah dari pasangan Tuan Hartono, SH dan Nyonya Maryati Ningsih keluarga kami berkategori ekonomi sederhana. Yupz… Bapak hanya berprofesi sebagai pahlawan tanpa tanda jasa disebuah gedung sekolah dasar yang telah menghantarkan karirnya hingga keakhir masa pensiun beberapa tahun lagi. Sedangkan ibu hanya menjabat sebagai ibu rumah tangga biasa dengan keuletan usaha membuat kue dirumah lalu dititipkan kepasar setiap harinya. Aku lahir dikota Bari Bumi Sriwijaya, Palembang Sumatera Selatan serta menetap disebuah gubuk kecil yang beralamatkan Jalan Swadaya IV KM 15 RT 015 Rw 005 Kelurahan Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin.
            Menurut “Primbon” jawa sifat seseorang ditentukan oleh saat kelahirannya, aku yang lahir pada hari sabtu kliwon tanggal 23 Maret 1991, memiliki sifat dan karakter yang hampir mirip dengan Primbon jawa berikut ini ;
·         SABTU : Berkepala batu, suka membandel, pikirannya agak tumpul, dan suka mengambil kemauannya sendiri, sehingga sering ditakuti dan dibenci orang. Tapi ia cukup bertanggungjawab dan terampil dalam bekerja, berbakat dagang.
·         KLIWON : Setia, berpendirian kuat,perasaannya dalam dan bear kemauannya, banyak akal sehingga pandai berusaha di manapun ia berada. Tapi sifatnya kadang-kadang buruk, dan kadang-kadang baik.
·         Tanggal 23 : Periang, pandai berbicara dalam mengutarakan pendapatnya, sehingga
banyak orang yang kagum. Suka merdeka dan tak senang diikat.
·         MARET : Punya keahlian di bidang pertukangan atau tehnik. Dan senang pengetahuan agama atau pengetahuan lainnya. Cinta pada sesama, jujur tak pernah berbohong. Senang keindahan bahasa (sastra), maka banyak yang jadi pengarang. Bila menolong tidak tanggung-tanggung, maka banyak orang yang menyenanginya.
Ia bisa dipercaya dalam memegang urusan penting misalnya di bidang keuangan atau administrasi. Sebelum berusia 35 tahun sering menderta sakit, tapi sesudah berusia 35 tahun tak pernah/jarang sakit dan bisa panjang umur. Bila pandai mencari pekerjaannya ia bisa kaya.
Sayangnya ia mudah “susah" bila sedih ia sukar dihibur. Dan ia mudah putus asa.

            Kelahiranku di-Ridhoi oleh sebuah acara syukuran yang disebut 'Aqiqah' berbarengan dengan pemberian nama untukku yaitu "Rukmi Nihar" dan kerap disapa "Unik" dikehidupan sehari-hariku. Kemudian diusia remaja menuju fase dewasa, aku yang memiliki hobi menulis sejak SMP punya sebuah nama pena yaitu "Nay Rukmi" khusus hanya untuk karya-karya tulisanku saja aku menggunakan nama itu, karena aku sangat mencintai sastra. Entah itu sejenis puisi, novel, cerpen dll. Aku suka membaca, iya... Aku memang suka membaca tapi bacaan ringan yang hanya kusukai saja, itupun tergantung moody aku membaca.
Kini bicara soal cita-cita? Sebenarnya sekarang aku sedang menempuh pendidikan diperguruan tinggi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan jadi., udah tahu dung cita-cita aku apa? Yeay... Jadi "Guru" sama seperti Bapak. Amiiin... (o)_(o) dan kini telah sampai diujung semester, iya... Aku sedang ingin fokus pada skripsi saat ini. Seharusnya tahun lalu tepatnya ditahun 2012, bersama mereka teman seperjuanganku bisa mengikuti wisuda, akan tetapi semua tidak sesuai target. Apa yang aku rencanakan harus luput dalam ketertundaan karena sebuah keadaan yang tragis dan memilukan. Aku yang dahulu riang dan bersemangat harus rela menderita SGB (Sindrom Guillain Barre) begitulah diagnosa Dokter tentang sakit yang kuderita. Hampir 6 bulan lamanya aku harus terbaring diatas ranjang dan melakukan aktifitas dengan bantuan orang lain. Sakit yang kuderita hampir sama dengan penderitaan yang dialami oleh sosok wanita paruh bayah yang sering muncul ditelevisi swasta dan pernah mendapatkan penghargaan Awards dalam kategori kemanusiaan, iya... Sang inspiratif Ibu Een Sukaesih tentu kalian tahu tentang sosok-Nya. Namun kini aku bersyukur karena Allah Swt, masih memberi kesempatan kedua untuk hidupku, Secara berangsur-angsur tubuhku membaik dan hampir pulih seperti dulu. Hanya saja ada beberapa keterbatas yang belum bisa kulakukan seperti melompat dan berlari, tapi seiring waktu serta latihan dengan bekal dan semangat jiwa membara aku yakin keterbatasan ini bisa kembali utuh seperti sediakalanya. Aku percaya, Sang Maha Esa tidak akan pernah menyia-nyiakan usaha umat-Nya. Aku yang saat ini sedang berusaha untuk menggapai cita-cita meskipun langkah kakiku masih belum sempurna, tapi modal nekat serta semangat yang tinggi aku ingin melanjutkan ketertundaanku agar aku bisa di-Wisuda pada periode tahun 2014. Amiin ya Rabb,,, ^^

Wokeh,, cukup sekian secuil narasiku tentang kisah 'si anak tengah' !! Semoga saja apa yang saya alami tidak terjadi pada orang lain -.- dan kisah ini nyata tanpa rekayasa...

Thakz for read..





 

Jumat, 06 September 2013

Cinta Kedua




Part IV

Berhari-hari aku menghabiskan waktu kosongku dengan membaca novel ini hingga selesai. Aku betul-betul menghayati dan memahami bagaimana jalan ceritanya, bagiku cerita novel ini sangat mengharukan tokoh utamanya adalah Candra yang memiliki kekasih yang cantik bernama Rere. Mereka berduka telah lama menjalin kisah cinta yang sangat indah, telah banyak kisah yang mereka ciptakan seiring dengan lamanya kisah cinta mereka yaitu 10 tahun. Tidak terbayang betapa sulitnya menjaga hubungan antara dua insan yang kasmaran. Kunci hubungan mereka tetap awet adalah mereka sama-sama memiliki cinta yang tulus, karena mereka adalah mahluk yang saling melengkapi setiap kekurangan dan membagi kelebihan yang mereka miliki satu sama lain. Rasanya iri membaca kisah mereka, dizaman seperti ini sangat jarang bahkan tidak ada sama sekali pasangan kekasih seperti mereka, namun dibagian tengah cerita novel ini tiba-tiba Rere harus mengalami coban yang begitu besar, setelah sekian lama mereka menjalin cinta yang awalnya baik-baik saja dari pihak manapun terutama orang tua satu sama lain, harus berbalik arus orang tua Rere tidak lagi setuju dengan hubungan mereka karenas orang tua Candra bangkrut. Terdengar isu bahwa orang tua Candra tidak harmonis, Mama Candra kawin lari dengan laki-laki lain dan Papa candra menjadi pecandu alcohol, itu adalah salah satu penyebab kebangkrutan bisnis keluarga Candra. Candra harus berjiwa tegas karena semuanya terjadi diluar keinginannya, awalnya Candra masih bisa menerima keadaan yang seperti ini dan masih bisa bersyukur atas keadaan yang seharusnya dihadapi bukan dihindari, semuanya karena Rere yang selalu setia menemani dan memberi semangat untuk Candra hingga Candra dapat bertahan  sampai saat ini. Rere mengerti betul bagaimana kekasihnya itu, yang memiliki pribadi yang tegar.
Orang tua Rere yang tidak setuju dengan Candra, selalu mencari cara untuk memisahkan mereka namun selalu gagal, Orang tua Rere memiliki alasan tersendiri kenapa tidak setuju tiba-tiba dengan Candra, bukan hanya karena latarbelakang Candra yang berantakan tetapi, karena Rere sakit parah saat ini. Rere mengidap penyakit kanker otak dan komplikasi jantung selama 3 tahun terakhir ini Rere meminta untuk tidak memberi tahu kabar buruk ini kepada Candra apapun keadaannya. Orang tua Rere tidak mau jika anaknya harus mati konyol jika masih berhubungan dengan laki-laki yang hanya menyusahkan hati dan fikiran Rere. Candra adalah pria yang sempurna, selalu memberi keceriaan meski Candra harus menghadapi cobaan yang begitu berat, itulah kesempurnaan Candra dimata Rere. Rere sangat mencintai Candra bahkan bisa dibilang cinta mati. Sampai pada akhir cerita Rere yang telah divonis dokter tidak dapat bertahan hidup lebih lama lagi, semakin membuat Rere khawatir apakah Candra dapat bertahan jika Rere telah tiada lagi didunia ini. Rere mencoba nengajak Candra bertemu di tempat favorit mereka dan membicarakan masalah yang serius, Rere bertanya kepada Candra apakah ia benar-benar mencintainya meski saat ini hubungan mereka ditentang oleh keluarga Rere. Dengan sangat tegas dan wajah yang serius Candra menjawab “sayang,,, aku mencintaimu, bahkan sangat mencintaimu melebihi apapun yang ada didunia ini. jika kau menginginkan nyawaku, aku akan berikan untukmu”. Rere tersenyum bahagia dan berkata “terima kasih sayang, itu adalah jawaban yang ingin aku dengar” setelah itu Rere mengajukan pertanyaan yang kedua “jika aku menginginkan agar kamu melamarku, apakah kamu bersedia menikahi ku?”, Candra diam seribu bahasa. “kenapa diam?” tanya Rere, Candra menatap mata Rere dan berkata “aku pasti akan menikahimu, jika kamu mau menungguku dalam waktu 3 bulan”, Rere tersenyum kecil ia tahu jika mata Candra berkaca-kaca saat menjawab pertanyaannya. Dengan wajah yang sejuk menawan Rere menjawab “aku akan menunggumu sayang,,, (Rere membelai wajah Candra dengan penuh cinta) tapi dengan syarat, apakah kamu akan mampu memenuhi syaratku ini”. Candra menatap Rere dengan perasaan gunda dan bertanya penuh lirih “syarat,,,? Apa itu sayang”  masih dengan sikap yang tenang Rere menjawab “selama 3 bulan ini tolong jangan pernah menghubungi aku, ataupun mengirim kabar kepada ku dan jadilah orang yang sukses untukku jika kamu telah kembali 3 bulan yang akan datang. Aku yakin kamu pasti mampu melewati syarat ini, jika memang kamu mencintaiku”. Dengan terpaksa Candra harus menerima syarat itu “baiklah sayang, aku pasti akan menikahimu dan menjadi orang sukses untuk mu”, sebenarnya hati Rere sangat hancur jika harus jauh dari Candra tapi, ini adalah jalan yang terbaik untuk Candra, agar mampu melanjutkan hidupnya jika Rere telah meninggal dunia.
Setelah 3 bulan berlalu Candra kembali dengan sebuah kesuksesan yang sangat hebat, Candra berhasil mengembangkan bisnisnya hingga taraf internasional, semua ia lakukan hanya untuk satu tujuan yaitu “menikah dengan Rere dan hidup bahagia”. Namun harapan itu hancur saat Candra tiba dirumah Rere, kedua orang tua Rere menceritakan semua yang tidak diketahui Candra tentang penyakit Rere selama ini. Candra sangat shock saat mendengarkan cerita kedua orang tua Rere, disaat itu air mata Candra menetes tanpa tersadar. Candra sangat menyesali semua yang terjadi Candra sangat hancur dan benar-benar hancur. Ayah Rere meminta maaf kepada Candra atas sikap buruknya dan memberikan secarik amplop dari Rere, yang merupakan pesan terakhir dari Rere.

Dear,,, sayang…
Selamat ya, kamu berhasil memenuhi syarat yang telah aku ajukan kepadamu. Menjadi orang sukses saat kau kembali 3 bulan lagi. Aku bangga telah bersanding disamping orang yang sangat hebat sepertimu. Aku sangat bahagia jika kamu tidak meneteskan air mata saat membaca surat ini. Sayang terima kasih karena kamu adalah laki-laki yang sangat bertangung jawab, aku bangga akan dirimu. Selalu tegar dalam menjalani hidup. Tapi maaf, aku tak pantas untuk mu, aku tidak sanggup melihat mu bersedih saat kepergiaan ku karena itu aku sangat bahagia jika kamu dapat menyimpan cintaku di hatimu selamanya…

                                                                             I love u

Candra sangat terpukul saat membaca surat Rere, tak henti air matanya jatuh. Terdiam dan terpaku memandangi surat yang begitu kusam. Candra tidak pernah membayangkan kisah cintanya akan berakhir seperti ini.

bersambung... (lagi proses... ^^ Part V)