Selasa, 23 Juli 2013

LOMBA ANNIDA-ONLINE "TUNJUKKIN MAAF LO!"



Aku Mohon Maaf

Assalamualaikum, sobat Nida diseluruh Bumi Nusantara... Dalam menyambut hadirnya Idul Fitri 1434 H yang insya Allah jatuh pada tanggal 09 Agustus 2013, saya ingin memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh Majalah Annida untuk memohon maaf kepada orang-orang disekitar saya khususnya Ayah dan Ibunda tercinta. Maaf ini saya lampirkan dalam coretan kecil, agar terlihat istimewa.
Begitu banyak butiran khilaf yang tidak terhitung, baik sengaja maupun tidak disengaja. 22 tahun sudah saya sebagai seorang anak belum mampu menunjukkan sebuah kebanggaan kepada Ayah dan Ibu, mereka berperan sangat baik menjadi orang tua dengan mencurahkan segalanya tenaga bahkan materi mereka berikan agar anaknya menjadi sosok kebanggaan bagi mereka. Saya yakin, rencana Allah Swt lebih indah dari apa yang saya alami saat ini. Kata maaf ini terselip untuk kegagalan serta ketertundaan akibat sakit yang saya derita hampir 8 bulan lamanya. Cita-cita, harapan, serta mimpi seakan lenyap bersama kekecewaan Ayah dan Ibu, melihat anaknya gagal diwisuda tahun lalu.
Hanya Allah Swt yang mengerti bagaimana pilunya hati ini melihat kekecewaan mereka, bahkan mungkin kata maaf tidak cukup untuk membayar rasa kecewa mereka. Tapi tidak ada yang salah dari kata maaf yang saya sampaikan dengan tulisan ini, karena Allah Swt maha pemaaf dan tidak ada usaha yang sia-sia selagi kita ikhlas serta optimis dalam hidup.
Permohonan maaf yang berikutnya, saya sandingkan untuk mereka yang menjadi pelengkap kisah suka dan duka kehidupan saya. Tentu saja banyak hal yang kami lalui bersama, saling berbagi, saling melengkapi. Namun kami juga pernah mengalami saling berbeda pendapat, saling membicaran kesalahan satu dengan yang lain, saling menentang satu dengan yang lain. Seperti itulah cerita kami tapi, ditengah hiruk pikuk konflik yang sering kami temui. Bagi saya kalian adalah cerita teristimewa dan tetap menjadi sahabat terbaik. Terima kasih Intan, Sulis, Lasmini, Hieda, Icha, Feqo. Maaf... Jika saya belum jadi yang terbaik untuk kalian dengan segala kekurangan serta kecerobohan saya. Terkadang bibir ini salah berucap hingga membuat hati kalian tersinggung, lalu tubuh ini bersikap selalu semaunya tanpa memikirkan perasaan orang lain.
Maaf ya... Saya berharap cerita bersama kalian menjadi kisah klasik untuk masa depan. Amin...

Minal Aidin, Mohon Maaf Lahir dan Batin !!

Rabu, 17 Juli 2013

Salah Perasaanku




Aku tahu ini tidak adil untuk hatiku, hingga saat ini namanya selalu ada dalam bayangan jiwa. Berlari dalam lamunan sepi, yang memaksaku untuk terus teringat padanya. Mengingat wajahnya, tawanya, dan mengingat detail suara serta lekuk kalimat yang pernah terlewat ditelingaku.
 Sadarku terhentak ketika aku menerima bahwa aku memang tidak pernah dan tidak akan pernah ada dihatinya, sakit rasanya membekas dihati. Aku memang tidak menangis tapi relung hati seakan menlebur jadi kepingan kecil.
 Seiring waktu, semakin terlihat dia memang tidak menganggapku sebagai seorang yang special, ternyata aku yang bodoh aku terlalu sibuk dengan urusan hatiku yang mengira ia akan menoleh perasaanku, suatu saat nanti. Tapi nyatanya tidak ada respon darinya sekecil apapun itu. Terkadang aku pernah berfikir semoga hubungan kalian tidak bertahan, agar kalian mengerti betapa sakitnya aku. Namun segera kuhilangkan fikiran kejam itu, tidak ada alasan untuk aku melakukannya, ini adalah kesalahanku bukan dia yang tidak pernah perduli padaku. Aku yang salah mengartikan ucapannya, mengartikan bahasanya. Yaa,,, ini kesalahan hatiku yang tidak pernah berfikir lebih bijaksana.
 Kini salah satu pengobat hatiku adalah aku harus bisa MOVE ON...
Aku hanya butuh waktu untuk terbiasa menerima kenyataan, perlahan akukan melupakan namanya...

   ***
Little fiction about you !!

Jumat, 05 Juli 2013

Payung Hitam




Pagi ini terlihat tidak biasa, bagiku dunia adalah tempat yang nyata tanpa ada rekayasa, halusinasi atau apapun itu yang berhubungan dengan mistis sekalipun, aku hanya percaya pada kenyataan. Kebiasaanku setiap pagi adalah menunggu angkutan umum dihalte ini dan tepat dihadapanku terlihat seorang wanita paruh bayah yang sedang duduk sendiri dibawah payung hitam ditangannya, baru pertama ini aku melihatnya, wajahnya terlihat lelah terbalut usia, pandanganya terhimpit oleh sebuah sinar mentari dan tidak ada hal lain yang wanita itu kerjakan kecuali duduk berdiam diri dihalte ini. Wanita ini membuat pagi hariku sangat menyeramkan, busana yang dikenakan wanita ini senada dengan warna payung hitam yang sedang dikenakan untuk melindungi tubuhnya. Memang sedikit terlihat aneh cuaca cerah seperti ini, tanpa panas, tanpa hujan bermain dengan payung. Aku hanya bisa tersenyum kecil, entah apa yang ada difikiranya saat ini, mungkin ia hanya sekedar merenung saja memikirkan keluarganya ataupun anak-anaknya.
Aku mulai memperhatikannya jarak kami tidak terlalu jauh, mungkin aku hanya sekedar ingin tahu sedang apa ia sendiri disini. Angkutan umun yang akan kutumpangi mulai terlihat dari kejauhan, aku segera beranjak berdiri untuk naik angkutan umum, pandanganku belum lepas dan tetap memperhatikan wanita itu. Bus makin merapat kekiri dan aku melangkah menuju angkutan, kemudian masuk kedalam hingga dapatkan tempat duduk. Belum satu menit aku duduk, aku mencoba mengarahkan pandanganku keluar jendela hanya untuk melihat wanita tadi, seketika aku terkejut melihat wanita itu tidak ada lagi ditempat yang sama saat aku pertama melihatnya. Aku melihat disekitarku mungkin ia juga masuk angkutan yang sama denganku, semua arah telah kulihat tapi wanita itu benar-benar hilang, hatiku berbisik "kemana wanita itu, cepat sekali ia pergi tanpa jejak apapun". Waah,,, kenapa jadi aku yang kebingungan sendiri, logikanya mungkin wanita itu buru-buru dijemput oleh seseorang.
Hari berikutnya aku, menunggu dihalte yang sama seperti kemarin. Sialnya halte hari ini penuh dengan manusia, dan sepertinya aku tidak melihat wanita paruh bayah dan payung hitamnya lagi hari ini. Haah,,, syukurlah ini hanya pemikiran konyolku. Aku melangkahkan kaki menuju bus yang telah merapat kekiri, aku beruntung sekali bus jurusan ini sepi penumpang, aku bisa dengan bebas duduk dimanapun, dan kupilih duduk disamping jendela sebelah kiri, bus yang kutumpangi segera melaju dan seketika pandanganku mengarah keluar, aku terkejut tiba-tiba aku melihat wanita paruh bayah itu duduk ditempat yang sama dan juga masih dengan busana hitam dan payung hitamnya. Namun sosoknya terlihat semakin jauh karena bus semakin melaju cepat. Aneh sekali sosoknya muncul tiba-tiba dan sepertinya wanita itu fokus pada dirinya sendiri tanpa melihat kesibukan yang dilakukan oleh orang disekitarnya. 
Ini hari ketiga dan aku sengaja datang lebih awal menuju halte biasa, masih terlihat sepi sekali halte ini, aku duduk disebelah kanan, sejenak aku menoleh kearah kiri dimana wanita paruh bayah itu memanjakan tubuhnya untuk duduk kemarin. Waktu kian berlalu, matahari pagi terlihat semakin terik, hampir satu jam aku duduk disini seperti orang bodoh yang kehilangan sesuatu. Mungkin sudah lebih dari dua puluh orang mondar-mandir dihadapanku dan berapa banyak bus yang sengaja aku lewatkan begitu saja. Kemudian aku tersadar oleh logika yang sedang mengelilingi fikiranku dan berkata "Hei,, hal bodoh apa yang aku lakukan". Aku merasa yang kukerjakan saat ini hanya membuang waktu kosongku saja. Seharusnya aku tidak perlu sejauh ini, aku terlalu empati terhadap wanita yang tidak pernah kukenal sebelumnya. Aku beranjak dari tempat duduk dan melambaikan tangan memberi kode pada kernet bus agar berhenti dihalte tempat aku berdiri dan sopir bus langsung banting setir merapat kekiri, tanpa beban aku langsung naik bus dan segera menuju kampus. Keosakan hari seperti biasa aku menuju halte yang sama, tapi aku tidak terlalu memikirkan dapat bertemu wanita itu atau tidak. Namun sepertinya sosok itu tidak terlihat lagi pagi ini.
Aku benci hari sabtu yang harus menyiksa, karena jadwal yang padat dan membuat aku wajib pulang malam. Sangat menyebalkan yang lebih parahnya lagi tidak ada yang bisa aku andalkan untuk menjemputku, semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Tapi tidak terlalu buruk, aku bisa dengan puas memandangi lampu jalan dimalam hari lewat jendela bus yang aku tumpangi saat ini, setidaknya dapat menghilangkan sedikit galauku malam ini. Semua tidak sesuai rencana, tiba-tiba hujan turun mengguyur kota ini. Oh,,, dramatis sekali malam ini bagiku hujan datang disaat yang tidap tepat. Otakku mulai berfikir, bagaimana caranya aku pulang. Bus semakin merapat kekiri artinya aku harus turun disini meski hujan aku harus memaksakan diri untuk menyebrang jalan ditengah derasnya hujan, aku berlari sambil menghindari kendaraan yang melintas. Karena hujannya cukup deras, aku terpaksa berteduh dihalte sejenak menunggu hujan hingga sedikit reda. "Haduh,,, sialnya aku hari ini", keluhku dalam hati. Halte sangat hening malam ini, aku menatap disekitar hanya ada beberapa orang disini menunggu hujan yang semakin deras saja. Ketika aku menoleh kearah kiri, tanpa diduga aku melihat sosok wanita itu. Segera aku melangkah mencoba menghampirinya, akupun duduk disebelahnya. Aku memandangnya, tiba-tiba wanita itu menoleh kearahku lalu melemparkan sedikit senyum hangat dibibirnya. Aku membalas senyuman itu dengan perasaan takjub hingga heran. Ternyata sosok menyeramkan yang melekat pada wanita ini seakan berubah menjadi sosok yang ramah tamah. Aku melihat jam ditanganku, waktu semakin malam dan bertambah gelap, kegelisahanku tidak terbendung, aku sibuk mengarahkan pandanganku kelangit memohon agar hujan cepat reda walau hanya sejenak. Saat aku sibuk dengan kebingunganku, tiba-tiba aku melihat wanita paruh bayah disampingku mengulurkan tangannya yang menggenggam payung hitam kearahku. Segera kutolehkan pandanganku kearanya, dan wanita itu tanpa basa-basi berkata "Pakai payung ini, pulanglah". Aku bingung antara mau atau tidak menyambut payung hitam wanita itu. "Alona Ramdhani, pulanglah", wanita itu masih mengulurkan payung hitam kearahku. Lamunanku terpecah saat wanita itu menyebutkan namaku sedetail mungkin. Dengan spontan aku melemparkan pertanyaan, "Maaf, ibu tahu nama saya?", dengan perlahan wanita itu mengarahkan jemarinya untuk menggapai bet nama yang tertera dipakaianku, dan aku hanya tersenyum kecil. Tanpa ragu segera kusambut payung hitamnya lalu beranjak pergi meninggalkan wanita itu. Belum jauh melangkahkan kakiku, tiba-tiba naluriku berkata "Jika payung ini kupakai, lalu bagaimana dengan Ibu tadi", aku menepuk keningku sendiri begitu teganya aku pada wanita yang telah menawarkan sedikit kebaikan padaku. Tidak mau berfikir terlalu lama, aku berbalik arah dan kembali menuju kehalte. Belum ada lima menit berlalu aku meninggalkan wanita itu, ketika aku hendak melangkah, terlihat dari kejauhan tidak ada satu orangpun disana. Tentu hatiku bicara "Kemana wanita tadi, aneh sekali?" meskipun bingung menyelimuti hati, aku terus melanjutkan perjalanan untuk pulang kerumah.
Pagi ini, aku berjalan bersama kegembiraan dengan menggandeng payung hitam milik wanita yang telah menolong kesulitanku tadi malam. Sampai dihalte aku mengarahkan pandanganku ketempat dimana aku dan wanita itu berbincang semalam, tapi tidak terlihat olehku sosoknya. Kucoba untuk menunggu sebentar ditempat duduk yang sama dihalte kemarin. Begitu lama aku menunggu tapi sosok itu tidak juga menampakkan dirinya, akhirnya aku memutuskan untuk kembali lagi siang nanti, sepulang aku dari kampus.  Seharian aku seperti orang gila membawa payung hitam mondar-mandir disekitar kampus, tidak sedikit yang bertanya "Hey Lon... Ngapain bawa payung ginian?", haah,, hampir semua Mahasiswa yang mengenalku mengajukan pertanyaan yang sama. Tapi syukurlah, didalam bus ini tidak ada lagi yang bertanya tentang asal usul payung hitam ini lagi kepadaku, meskipun kemungkinan ada anggapan aku gila dibenak para penumpang yang melihatku, whatever… I don't care.  Aku tidak perlu memikirkan itu, aku segera mengembalikan payung ini kepada wanita itu. Tanpa terasa bus telah merapat kekiri, aku segera beranjak dan turun. Dari kejauhan aku melihat halte seberang jalan dimana aku berdiri saat ini, sangat sepi. Aku mengeluhkan terik panas siang hari ini dan kendaraan yang semakin ramai, tidak ada jembatan penyebrangan sekitar daerah ini. Aku mengikuti rombongan yang akan menyeberang, dan hal yang paling  membosankan kali ini aku harus rela menunggu hingga wanita itu datang agar bisa segera kukembalikan payung hitam miliknya. Rasanya tidak ada waktu lagi, karena dua hari lagi bulan Ramadhan biasanya jika Ramadhan tiba aku harus pulang kedaerahku untuk mengawali puasa bersama keluarga. Sekian lama aku menunggu disini, dari siang hingga sore dan langitpun mulai terlihat redup menampakkan senja. Tetapi wanita itu tidak juga terlihat, menyesal sekali rasanya aku belum sempat sekedar mengucapkan kata terima kasih kepada beliau. Bersama kebingunganku harus bagaimana cara mengembalikan payung ini, aku melihat pedagang yang berjualan disamping halte ini, aku akan coba bertanya mungkin pedagang itu tidak asing dengan sosok wanita paruh bayah yang sering termenung dihalte ini, paling tidak mendapatkan alamatnya saja sudah ckup. Dengan semangat menggebu-gebu ku langkahkan kaki menuju area tempat pedagang itu berjualan tanpa basa-basi aku langsung melemparkan pertanyaan "Permisi Pak, maaf menggangu", pedagangpun menyambut hangat kedatanganku "Iya neng, ada apa ya?". Aku langsung mengarah pada tujuanku "Begini, Bapak tahu ngga ibu-ibu yang sering duduk disitu (tanganku menunjuk bangku halte) yang suka pakai payung hitam, tahu ngga Pak?", pedagang itu langsung menjawab pertanyaanku dengan sigap. "Oh, itu Neng Ibu Mala" aku tersenyum "Jadi Bapak tahu?", Pedagang melanjutkan pembicaraannya, "Iya neng, buk Mala memang sering sendirian duduk disitu, banyak yang bilang beliau rada-rada setres soalnya tahun lalu dua hari menjelang Ramadhan cucunya kecelakaan tepat didepan halte itu Neng. Hampir tiap hari buk Mala disitu entah itu pagi, siang, sore, ataupun malam. Emangnya kenapa neng, nanyai buk Mala?", aku sangat serius menyimak jawaban pedagang itu dan ingin bertanya lebih jau lagi, "Oh, ngga apa-apa Pak cuma penasaran aja, berarti sore ini buk Mala bakal balik lagi dong Pak?". Pedagang itu terwata dan sedikit mengejek, "Aah, si Eneng ada-ada aja, yaa.. Ngga mungkin lah itu Neng!" , seketika aku heran dan kembali bertanya "Loh,, kenapa Pak? Bukannya tadi Bapak yang bilang ibu Mala sering kesini". Pedagang itu memasang wajah serius, "Memangnya, si Eneng tidak tahu, dua hari yang lalukan ibu Mala meninggal ditempat ketabrak mobil gara-gara mau nolongi anak kecil yang mau menyebrang". Aku terkejut saat mendengar kesaksian pedagang ini, dan mencoba meyakinkan pernyataan itu, "Bapak yang bener dong, jangan becanda baru juga semalem aku bertemu dengan beliau", pedagang itu tidak mau kalah karena ia merasa benar, "Si Eneng tu yang bercanda, saksinya banyak neng tanya aja sama pedagang yang lain kalau tidak percaya". Okey, aku mengalah pedagang ini tidak mungkin mengarang cerita. Aku hanya terbawa suasana saja malam itu dan seolah melihat halusinasi ibu Mala. Tapi, jika semalam hanya halusinasiku lalu apa kabarnya dengan payung hitam yang ada ditanganku saat ini. Payung ini terlihat sangat nyata bukan halusinasi, buktinya saat dikampus banyak yang bertanya tentang payung hitam ini. Tiba-tiba pedagang itu melambaikan tanganya tepat diwajahku "Neng, Neng, kok jadi melamun?" aku tersadar dan pura-pura tidak terjadi apa-apa, "Aah, ngga Pak, aku mau beli minum Pak yang itu (tanganku menunjuk minuman botol yang dijual oleh pedagang) kayaknya aku dehidrasi nih Pak?", sang pedagang langsung mengambil dan memberikannya padaku, "Oh, iya boleh neng", segera kusambut minuman itu "Makasih Pak".
Dengan langkah yang sedikit tidak menentu aku berjalan pulang. Sulit dipercaya, selama ini aku selalu tidak percaya dengan hal mistis tapi, kenyataan yang kualami adalah bagian dari mistis. Sepanjang jalan aku memandangi payung hitam yang ada digenggamanku secara seksama, bulu kudukku merinding jika harus mengingat kejadian tadi malam. Namun satu hal yang kudapat dari kejadian bahwa manusia dan makhluk kasap mata juga berada didunia yang sama mereka tidak akan menggangu jika tidak diganggu, aku salah jika harus percaya hanya pada hal yang dapat aku sentuh tapi hal yang tidak dapat disentuh juga nyata adanya. Ini adalah kejutan misterus yang aku dapatkan sebelum Ramadhan. Dan payung ini akan aku simpan dengan baik. Terima kasih ibu Mala semoga Allah Swt menempatkan kebaikanmu ditempat yang terindah. Amin...

Rabu, 03 Juli 2013

SGB Menyerangku

Aku ingat, pada hari sabtu pagi ketika aku bangun tidur, aku merasakan ada yang aneh dengan tubuhku yang sedikit kurang fit, telapak tangan dan kakiku terasa tebal seperti kesemutan. Aku bingung kenapa dengan diriku, namun tidak aku hiraukan, mungkin karena efek cuaca musim hujan 'fikirku'.
   Aku memaksakan diri untuk tetap beraktifitas, bekerja sebagai waitress disebuah restaurant yg baru launching beberapa bulan yang lalu. Aku terpaksa membagi waktuku untuk bekerja dan kuliah karena ada sedikit masalah keuangan saat itu. Aku masih tercatat sebagai Mahasiswa semester akhir disalah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) Palembang. Karena kuliahku kini hanya tinggal skripsi makanya aku memilih untuk mencari pekerjaan sampingan, berhraap sedikit demi sedikit masalahku dapat terselesaikan dan aku segera diwisuda. Semakin aku memaksakan diri untuk beraktifitas tubuhku semakin lemah serta mudah lelah, kesemutan pada telapak tangan dan kakiku yang kurasakan pagi tadi pun tak kunjung membaik. Tapi, aku tetap berusaha kuat hingga jam kerja selesai nanti, dan itupun berhasil. Aku langsung pulang kerumah dan tiba dirumah pukul 18.30 Wib. Aku masuk kamar dan langsung tidur, berharap keesokan hari diawal pagi tubuhku kembali bugar.
   Namun, apa yang terjadi ! Tidak seperti harapanku, tubuhku makin parah terasa berat rasanya tidak ada tenaga sama sekali. Aku mulai berfikir, sepertinya aku harus istirahat full hari ini, kucoba meraih handphone untuk sekedar mengetik SMS, mengabarkan bahwa aku terpaksa tidak masuk kerja karena sakit kepada pegawai yang shif pagi hari ini. Aku menghabiskan waktuku hanya tidur dirumah, tidak nyaman rasanya tubuhku makin tidak menentu, dan kuputuskan untuk berobat. Akhirnya aku pergi bersama Ayah, malam itu aku diperiksa oleh mantri dan diberi suntikan dua jarum serta obat. Pak mantri mengdiagnosa bahwa aku “lumpuh layu”, kasus yang sama pernah dialami oleh pasiennya dan dapat sembuh dirawat sekitar satu bulan.
   Keesokan harinya, tubuhku tak juga baik masih sama seperti semula hanya saja kesemutan pada telapak tangan dan kakiku tak lagi kurasakan tetapi, kenapa tubuhku lemah sekali, untuk berjalan terasa melayang-layang seperti orang mabuk yang selesai menengak alkohol, begitu juga dengan tanganku yang ikut melemah bahkan untuk memegang gelaspun aku kewalahan. Hari berikutnya, aku makin tak kuasa untuk beranjak dari tempat tidurku, kaki dan tanganku tak bisa ku gerakan, ada keinginan untuk mengangkat kedua tanganku namun tak ada respon motorik pada tanganku. Spontan aku berteriak memanggil ibuku, saat kulontarkan satu kata “buk” rasanya sulit sekali, dan terdengar tidak jelas vokal kata yang keluar dari bibirku. Entahlah… apa yang terjadi padaku, seketika air mataku menetes tak kuasa menahan pilu, hatiku terus bicara “ya… Allah cobaan apa lagi ini?”, tentu saja kedua orang tuaku panik, melihat kondisi putrinya yang tergeletak tak berdaya ditempat tidur. Pagi itu Ayah menghampiri Pak mantri yang menyuntikku, ada kesalahan apa pada suntikan itu, karena terakhir aku disuntik ketika aku duduk dikelas 3 Sekolah Dasar saat ada suntik cacar secara masal disekolah. Ayahpun pulang bersama Pak mantri karena melihat kondisiku yang lemah akhirnya aku diinfus dan ini adalah pertama kalinya aku merasakan jarum infus menempel dilenganku.
    Hampir satu minggu aku menghabiskan 10 botol infus, namun tetap tak ada perubahan apapun. Ayah yang bingung dan kehabisan cara melihat kondisiku memburuk, keesokan harinya aku dilarikan kerumah sakit, agar jelas penyakit apa yang sedang kuderita.
    SGB (Sindrom Guillain Barre) sangat asing ditelinga ku, ketika Dokter mengdiagnosa penyakitku. Hatiku ikut bicara, “Apa itu SGB? Penyakit apa”? Seketika aku ingat pada dosa, aku telah lalai menjalankan perintah sebagai hamba Allah, aku tidak berharap hidupku berakhir, usiaku belum genap seperempat abad namun aku harus jalani penyakit ini, penyakit yang menyerangku. Aku drop saat Dokter bicara tentang SGB pada Ayahku, hancur sudah perasaanku lebih hancur dari yang pernah kurasakan ketika patah hati.


to be continue
    Deritaku tidak hanya itu saja, aku terpaksa dirawat diruangan NHCU, ruangan khusus untuk pasien yang kritis dan memerlukan perawatan intensif. Aku bertambah tak percaya ketika tubuhku harus dipasang alat monitor jantung oleh perawat, hatiku bertanya-tanya “separah inikah sakitku”. Dan yang lebih membuatku pilu adalah ruangan ini, ruangan dimana aku merasa tidak nyaman. Ada beberapa pasien disekitarku dan semuanya tidak sadarkan diri, yang menambah kacau fikiranku, aku sendirian disini karena ruangan ini khusus hanya untuk pasien, tidak ada keluarga yg boleh masuk kecuali jam besuk pasien. Menyiksa sekali ruangan ini, aku tidak bisa tidur setiap malam sering aku terbangun dan bertanya sendiri dalam hati “jam berapa ini? Kapan pagi datang”. Kenapa terasa lama sekali waktu berputar.
 5 hari aku berada diruang NHCU dan akhirnya saat yang aku tunggu tiba juga yaitu pindah keruang rawat inap tepatnya ruang syaraf non bedah. Huuh,, sedikit lega rasanya, setidaknya aku ditemani oleh ibu tersayang. Aku bahagia ibu merawat anaknya dengan penuh kasih, aku menjadi anak yang sangat beruntung memilik seorang ibu yang sabar, beliau rela melepaskan pekerjaan dan kesibukan sehari-harinya dirumah untuk menemani, merawat, dan menjagaku. Ibu rela tidur dilantai yang hanya beralaskan helaian karpet sekalipun keadaan ibu sedang tidak fit. Aku sadar selama hidup tidak ada yg bisa membuat ibu bangga akan diriku, aku sering membuat ibu kesal entah berapa banyak dosaku pada ibu tapi, disaat aku sekaratpun ibu masih perhatian. Ternyata memang benar pepatah yang berkata "kasih ibu sepanjang masa". Lebih dari 2 minggu aku disini Rumah sakit yang membosankan, tanpa hiburan ataupun teman. Tiba-tiba tikiranku tak terarah kemana mereka yang mengaku teman baikku, mereka yang mengaku sayang padaku, tidak satupun ada yang muncul. Tapi, aku tidak harus menyalahkan mereka, mungkin saat ini aku harus lebih sabar terhadap keadaan yang harus memaksaku untuk menerima sakit ini.
 Pagi itu aku harus terapi, yaaa… ini adalah hari pertama aku terapi dan juga pertama aku keluar ruangan senang rasanya kini aku melihat langit kembali, tak henti aku berucap syukur dalam hati walaupun aku harus terbaring karena sakit yang kuderita belum sembuh. Akhirnya aku, ibu dan perawat tiba diruangan terapi, namun kami harus sabar menunggu giliran. Tempat ini sesak penuh dengan orang-orang sakit dan berbagai keluhan, mereka sibuk dengan perannya masing-masing. Heem.. Aku iri pada mereka, mereka yang jasmaninya sehat sehingga dapat bebas beraktifitas. Seharusnya aku bisa seperti mereka bekerja, kuliah, hangout ke mall, shoping, karaoke, ngumpul sama teman dan aktifitas lainnya keluhku. Semakin otakku berfikir, semakin banyak keluhanku, khayalanku berhenti sejenak ketika pandanganku dimanjakan oleh wajah yang rupawan. "Subhanallah.. Mirip sekali?" aku berbisik dalam hati. Dia begitu mirip dengan seseorang yang selama satu tahun lebih namanya terukir dihatiku, seseorang yang membuat aku optimis meski dia tak pernah menoleh kearahku. Aku menatapnya yaa.. Hanya bisa menatapnya dari kejauhan dan memperhatikan kegiatannya sebagai pegawai psioterapi rumah sakit.

Bersambung...